Connect with us

    POLITIK

    Biografi Ki Hajar Dewantara, Sejarah Pahlawan Pendidikan Indonesia

    Published

    on

    Sejarah Tentang Ki Hajar Dewantara

    IndoJurnal – Setiap 2 Mei, kita memeringati Hari Pendidikan Nasional. Berbicara tentang hari itu berarti bercerita soal sejarah tentang Ki Hajar Dewantara.

    Berdasarkan Surat Keputusan Presiden nomor 316, 16 Desember 1959, hari tersebut ditetapkan.

    Penetapan ini melihat jasa Ki Hajar Dewantara yang berjuang lewat jalur nonmiliter melawan penjajah. Ki Hajar tegas dalam pendidikan nasional, baik secara konsep maupun praktik.

    Perjuangan Ki Hajar Dewantara sudah dimulai sejak 1932, seperti diceritakan dalam Terminologi Sejarah, 1945-1950 & 1950-1959 yang ditulis AB Lapian.

    “Beliau telah berjuang dengan menentang ordonansi sekolah liar serta berlakunya sistem pajak rumah tangga Taman Siswa dan menentang diskriminasi tunjangan sekolah di sekolah pemerintahan dan sekolah swasta.”

    Advertisement

    Kala itu, Taman Siswa yang didirikan di Yogyakarta pada 3 Juli 1922 adalah bentuk perlawanan dari Indonesia melalui Ki Hajar karena gelisah akan diskriminasi akan pendidikan di Hindia Belanda (Indonesia saat itu).

    Mereka yang sekolah hanya keturunan Belanda dan kalangan priyayi. Taman Siswa pun awalnya dianggap sekolah liar.

    Dari Taman Siswa, Ki Hajar pun melawan Belanda. Dari memadupadankan pendidikan gaya Jawa Tradisional dengan pendidikan gaya Eropa.

    Para siswa bumiputera pun mulai tumbuh bahwa mereka pun berhak atas pendidikan yang layak.

    Taman Siswa hanya sedikit dari cerita sejarah tentang Ki Hajar Dewantara. Berikut ini adalah beberapa kiprah lainnya dalam melawan penjajah dari bidang pendidikan.

    Advertisement

    Perjuangan awal

    Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, nama asli Ki Hajar Dewantara, lahir pada 2 Mei 1889 di Pakualaman.

    Dia merupakan lulusan pendidikan dasar ELS (Europeesche Lagere School) atau sekolah dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia.

    BACA JUGA :  Tradisi Tahun Baru di Seluruh Dunia, Bersama Rayakan Harapan

    Soewardi muda kemudian lanjut ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), sekolah pendidikan dokter di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda. Sayangnya, ia tidak lulus karena sakit.

    Setelah gagal menjadi dokter, ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di berbagai koran seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

    Salah satu tulisannya yang fenomenal adalah “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul aslinya : Als ik een Nederlander was). Tulisan itu dimuat di surat kabar milik Dr Douwes Dekker, de Express, di 1913.

    Advertisement

    Isi artikel itu adalah protes kepada pemerintah Belanda atas pengumpulan sumbangan dari Hindia Belanda (Indonesia) untuk merayakan kemerdekaan Belanda dari Perancis.

    Ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik di Indonesia. Salah satunya adalah Boedi Oetomo dan Insulinde.

    Di Boedi Oetomo, Ia masuk ke seksi propaganda. Tugasnya, meningkatkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

    BACA JUGA: Link Download GTA San Andreas APK Terbaru, Main Tambah Seru

    Diasingkan

    Karena tulisannya itu, ia bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan oleh Belanda ke pulau Bangka. Ketiganya pun dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.

    Namun, selama diasingkan, Soewardi tetap aktif berorganisasi di Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).

    Advertisement

    Bahkan pada 1913, ia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, atau kantor berita Indonesia. Dari sinilah cita-citanya memajukan pendidikan masyarakat Indonesia muncul.

    Dari pengasingan, Soewardi mendapatrkan sebuah ijazah bergengsi Belanda, yakni Europeesche Akta. Akte inilah yang membantunya mendirikan lembaga pendidikan di Indonesia.

    BACA JUGA :  Perbedaan Antara Vegan dan Vegetarian, Sering Dikira Sama
    BACA JUGA: Seorang Ibu Meninggal usai Melahirkan 5 Anak, Keluarga Cari Pendonor ASI!

    Memulai Taman Siswa

    Kembali dari pengasingan pada September 1919, Soewardi bergabung ke sekolah milik saudaranya dan menjadi guru. Melalui profesi guru, ia mengembangkan konsep belajar mengajar baru.

    Konsep belajar mengajar itu diterapkan di Taman Siswa. Saat itu ia genap berusia 40 tahun. Di usia itu, Soewardi menanggalkan gelar kebangsawanannya dan mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

    Melalui perubahan ini, ia ingin lebih dekat dengan rakyat tanpa terbatas golongan dan kelas.

    Advertisement

    Konsep itu adalah Patrap Triloka. Ini menjadi pedoman bagi para guru. Isinya adalah ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya “di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”.

    Semboyan ini hingga kini masih dijadikan panduan dan pedoman dunia pendidikan kita.

    BACA JUGA: Glory Glory Ganjar Presiden! Bergema Lantang di Halaman Gelora Bung Karno

    Menjadi menteri pendidikan pertama

    Di masa kemerdekaan Indonesia, pada 1950, Ki Hajar Dewantara sempat diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama.

    Beliau pun meninggal dunia pada 26 April 1956 di rumahnya. Ia dimakamkan di Taman Wijaya Brata, Yogyakarta.

    Ia pun mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada pada 1959 sekaligus diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia.

    Advertisement

    Itulah sejarah tentang Ki Hajar Dewantara yang bisa dirangkum untuk memberikan gambaran tentang perjuangannya.

    Follow Berita IndoJurnal di Google News

    Trending